"Puisi Di Basrah - Gus Mus"
Inilah Basrah...
Tanah batu putih...
Tak pernah berhenti memerah...
Tak pernah lelah dijarah sejarah...
Inilah basrah...
Pejuang Badar bernama Utbah
Membangun kota ini atas perintah Umar Al Faruq sang Khalifah
Entah mantra apa yang dibaca ketika meletakkan batu pertama
Sehingga setiap jengkal tanahnya...
Tak henti-hentinya merekam nuansa seribu satu cerita
Basrah yang marah... Basrah yang merah...
Basrah yang ramah... Basrah yang pasrah...
Kota yang terus membatasi penduduknya
Dengan menambah jumlah Syuhada...
Inilah Basrah...
Disini Ali dan Aisyah... menantu dan istri Nabi
Mengumpulkan dendam amarah...
Ghirah terhadap keyakinan kebenaran...
Setelah mengantarka Az Zubair dan Al Haq
Hawari-hawari Nabi ke taman kedamaian abadi yang dijanjikan
Inilah Basrah...
Disini Abu Musa dan Abu Hasan
Mematrikan nama Al As'ari pada lempeng sejarah
Inilah Basrah...
Di sini berbaur seribu satu aliran
Di sini Sunnah, Syiah dan Mu'tazilah
Masing-masing menjadi Bid'ah
Disini berhala pemutlakkan pendapat terpakar oleh kekuasaan fitnah...
Inilah Basrah... mimbar khalwat Al Hasan Al Bashari dan Rabi'ah...
Inilah Basrah... tempat bercanda Abu Nuas dan Walibah...
Inilah Basrah... tempat Al Musayyab dan syair-syairnya.
Menghidupkan mirwat yang wah...
Inilah Basrah...
Tangan takdir penuh misteri
Menuntutku... Tamu tak diundang ini kemari
Aku menahan nafas...
Inilah Basrah...
Inilah Basrah... setelah perang Irak Iran
Korma-korma yang masih pucat melambai ramah...
Para pemuda, gadis, dan bocah
Menyanyi dan menari Tahniyah
Untuk penyair mirbat yang berpesta merayakan
Entah kemenangan apa
Di sini jumat siang 25 Jumadil Ula
Sehabis menelan dan memuntahkan puisi-puisi kebanggaan
Ratusan penyair dengan garang berhamburan menyerang kambing-kambing guling...
Ikan-ikan shatul arab yang dipanggang kering
Nasi samin dan roti segede-gede piring...
Anggur dan korma kemurahan Basrah...
Aku dilepas takdir ke tengah-tengah mereka...
Mengeroyok meja makan yang panjang...
Menelan puisi dan saji...
Sambil kuperlihatkan wajah-wajah para penyair...
Kalau-kalau... ah...
Sampai walibah dan abu nawas pun tak tampak ada...
Inilah Basrah...
Bersama para penyair yang lapar... kutelan semuanya...
Bersama-sama menghabiskan apa yang ada...
Sampai mentari ditelan bumi...
Dan aku pun terlena habis-habisan...
Basrah mulai gelap...
Barangkali adzan magrib sudah dikumandangkan...
Tapi tampaknya tak satupun yang mendengarnya...
Kami kekenyangan semua...
Dan aku, sambil bersendawa,
Merogoh saku mencari-cari rokokku...
Terasa kertas-kertas lusuh sanguku dari rumah...
Puisi-puisi sufistik untuk Al Bashari dan Rabi'ah...
Tiba-tiba... aku ingin muntah...
Kulihat kedua zahid basrah itu... di sudut sana sedang berbuka
hanya dengan air mata...
Aku ingin lari bersembunyi tapi kemana...
Tuhan... berilah aku setetes saja air mata mereka...
Untuk mencairkan batu di dadaku...
Basrah... tolong, jangan rekam kehadiranku...
Jika terjadi kesalahan pada penulisan puisi yang bersangkutan dimohon dengan sangat memberitahu kami dengan berkomentar, Terimakasih. Salam Admin Karya Cendekiawan